Apa yang Anda sampaikan pada orang yang pakai masker tanpa menutup hidung?
“Pak, salah itu pakai maskernya!”
“Wah, cara pakainya belum benar. Bapak bisa kena virus corona!”
Atau bagaimana?
Ada beragam sudut pandang. Bisa dari kekurangan atau sebagai kelebihan.
Kelebihan?
Nah, mana yang lebih memotivasi?
Bandingkan dua cara guru menanggapi hasil tes siswa sbb.
Dialog #1
Guru : Bud, Ibu sudah periksa jawaban kamu. Dari 5 soal, kamu hanya betul 1. Salah 4. Yang soal paling gampang, hafalan, no 5 kamu salah. No 4, 3, 2, soal hafalan juga kamu salah. Kamu cuma bener soal 1, yang analisis saja. Kamu belajar lebih giat ya.
Budi : Iya, bu Guru
Dialog #2
Guru : Bud, Ibu sudah periksa jawaban kamu. Dari 5 soal, kamu betul 1. Salah 4. Soal no 1 bisa kamu jawab dengan betul. Padahal soal analisis itu. Susah itu. Kebanyakan siswa yang lain, salah tapi kamu bisa jawab bener. Analisis kamu kuat. Pasti sering berlatih! Bagus itu, pertahankan ya. Tinggal kami perbaiki hafalan kamu. Soal 2-5 kan lebih hafalan ya.
Budi : Iya, bu Guru
Kira-kira mana yang lebih menyemangati siswa belajar lebih giat? Iya, betul: dialog #2.
Dialog #2 menggunakan pendekatan apresiatif. Menunjukkan dan menonjolkan kelebihan siswa (di tengah berbagai kekurangannya). Memuji kelebihan itu agar semangat siswa bisa menyala. Sementara, dialog #1 lebih sering memandamkan semangat siswa.
Kembali ke urusan pemakaian masker setengah bener. Kita bisa menyikapinya dengan apresiatif.
Si Bapak kan sudah pakai masker. Itu pun sudah merupakan kelebihan. Jadi, kita bisa mengatakan,
“Mantaabs, pak! Sudah pakai masker. Tinggal naikin dikiiit lagi sampai ketutupan hidungnya, ya.”
Buat relawan atau tenaga kesehatan saya menyarankan pendekatan apresiatif dengan dua alasan. Pertama untuk menghindari konflik di masyarakat. Jangan deh perkeruh wabah ini dengan bertengkar. Kedua, buat kesehatan mental relawan atau tenaga kesehatan. Memuji orang itu membangun hubungan. Lebih menyenangkan. Dan kerja di masyarakat kan harus menyenangkan.