Eksperimen Hidden Suggestion Dengan Odong-Odong

“Ga berani saya nyampeinnya, Mas.”

Begitu respon Abang Odong-Odong ketika diminta menyampaikan pesan-pesan tentang Taburia, multivitamin mineral, buat anak sehat dan ceria. Masuk akal. Abang Odong-Odong bukan tenaga kesehatan atau mahasiswa di bidang kesehatan. Kebanyakan juga lulusan SD atau SMP. Pendatang pula. Siapa mereka berani-beraninya menasehati ibu-ibu tentang gizi?

Tapi Odong-Odong sangat menjanjikan sebagai kendaraan (media) bagi pesan Taburia, mutivitamin dan meneral yang dicampur ke dalam makanan anak-anak balita. Tim lapangan sudah membuat penilaian. Satu odong-odong seharinya bisa masuk keluar lebih dari 3 RW. Lebih dari 14 titik perhentian. Lebih dari seratus ibu-ibu yang ditemui. Berserta anaknya pula. Itu dalam sehari. Kalau sebulan? Tinggal hitung.

Kalau hanya didandani gambar-gambar Taburia. Atau diputar lagu Taburia, rasanya kurang maksimum.

Nanti kalau ibu-ibu bertanya bagaimana jawabnya?

Kalau ibu-ibu tidak bertanya, apa yang harus dilakukan supaya mereka tertarik?

Dan yang lebih mendasar, bagaimana caranya agar mereka berani mengomunikasikan pesan-pesan Taburia?

Ini kejadian 22 tahun lalu. Ketika Tim Lapangan Kecil mendapat kerjaan dari Kemenkes/ADB untuk mendukung Studi Efektvitas Taburia. Setahun sebelumnya sudah dilakukan Studi Efikasi dan hasilnya menunjukkan anemia pada anak-anak balita menurun signifikan bila makanannya diberi Taburia dalam kurun waktu sekian lama.

Setelah studi efikasi, produk harus dibawa ke “alam nyata”.  Dalam setting sesungguhnya. Maka dibuatlah Studi Efektivitas selama setahun. Social marketing sebagai salah satu komponen berlangsung 8 bulan (April – Desember 2008).

Setelah mencari literatur-literatur komunikasi dan bertanya pada senior-senior, akhirnya diputuskan model hidden suggestion. Karena istilah itu terdengar asing bagi kawan-kawan kesehatan, maka saat itu dinamailah komunikasi referal alias merujuk (padahal kurang sepadan).

Intinya, si Abang Odong-Odong tidak menjadi narasumber primer. Tapi hanya menyampaikan “katanya”. Sikapnya pun rendah hati saja.

Kalau ada ibu yang bertanya, “Apa sih Taburia itu, Bang?”

Jawabnya, “Saya sebetulnya ga ngerti ya, Bu. Tapi minggu lalu kami dikumpulkan oleh Dokter Agustina di kantor wali kota (Jakarta Utara). Katanya, Taburia itu…”

“Manfaatnya apa?”

“Kata bu Dokter Agustina, Taburia bisa buat anak jadi….”

Semisal, ibu-ibu yang menaruh anaknya di Odong-Odong tidak melirik Taburia, padahal sudah mendengar lagu Taburia. Si Abang bisa bertanya, “Ibu pernah dengar tentang Taburia?”

“Oh, apa sih itu?”

“Saya juga baru tahu sih, Bu. Ga tahu persis. Tapi minggu lalu dikasih pengaran sama Dok Agustina di kantor walikota. Katanya,….”

Singkatnya, hidden suggestion itu memberi saran atau menyampaikan pesan secara tidak langsung. Apalagi berlagak sok tahu. Ini membuat beban komunikasi berkurang.

Ini membuat orang yang menerima pesan tidak defensif. Bagi komunikator yang mungkin tidak dianggap kredibel, model ini pun tidak membuat orang bertanya-tanya, “Siapa lu?”

Satu pemikiran pada “Eksperimen Hidden Suggestion Dengan Odong-Odong”

  1. Alhamdulillah 22 th yg silam, saya ikut dlm mempromosikan Taburia tapi metode ” Hidden Sugestion” saya baru tahu dan baru mengerti setelah membaca artikel ini, he he he

    Balas

Tinggalkan komentar