Latihan Komunikasi Online

Dalam sebuah diskusi seorang ahli kesehatan masyarakat menilai nakes perlu meningkatkan keterampilan komunikasi dalam rangka meningkatkan cakupuan suplemen multivitamin ibu hamil. Belau memandang Ibu hamil perlu tahu cara minum dan paham manfaatnya, termotivasi, dan istiqomah minum suplemen sampai habis. Namun, dia kurang dapat menerima bila dibutuhkan pelatihan komunikasi model KAP (Komunikasi Aatarpribadi), yang dilakukan secara tatap muka berdurasi sekitar 6 jam. Dia bersikeras melakukan pelatihan online saja, yang lebih murah dan cepat.

“Lama benar itu”, katanya, sambil menggambarkan betapa banyak sumber daya yang dihabiskan.

Sambil menyiapkan penjelasan bagi sang ahli, saya membayangkan sebuah dialog imajiner berikut.

Ahli       : Maaf saya pulang dulu. Mau antar cucu latihan bola. Minggu depan dia ikut seleksi timnas.

Saya      : Latihannya di mana, Pak?

Ahli       : Di Ragunan

Saya      : Kok, tidak online saja latihannya? Atau dari buku panduan?

Ahli       : Ya, mana mungkin begitu. Main bola itu butuh keterampilan nyata. Bukan teoritis atau sekedar hafal-hafal konsep. Tidak bisa belajar main bola dari buku atau nonton di zoom. Mesti gerak langsung. Tembak, oper bola dll. Dan tidak bisa sendirian. Mesti dalam tim. Karena nanti kan di dunia nyata pemain itu bermainnya bersama tim. Itu pun tidak menjamin karena tim lawan juga punya strategi sendiri. Mereka punya akal, bukan benda mati. Belum lagi situasi lapangan. Penonton akan mempengaruhi. Kalau ganas, mereka bisa jadi pemain ke duabelas.

Saya      : Ok, ok, Pak. Betul juga itu. Siip. Moga-moga sukses dengan seleksinya, Pak.

Penjelasan ahli tadi kemudian saya gunakan untuk menguatkan argumen untuk pelatihan komunikasi secara tatap muka. Seperti pemain bola, konsep atau teori komunikasi yang memenuhi pikiran tidak banyak berguna bila tidak lihai dipraktikkan. Makanya, nakes perlu berlatih dengan orang beneran, yaitu sesama nakes di kelas. Di hari kedua, nakes akan praktik bersama warga. Semacam latih tanding, kalau main bola. Semakin sering latihan, semakin lihai.

Apakah penjelasan tadi berhasil mengubah pikiran sang ahli?

Ternyata belum berhasil. Mungkin dia belum paham. Atau mungkin karena bukan tentang cucu-nya, yang mau seleksi timnas. Entahlah. Pikiran ahli kadang susah diikuti.

Tinggalkan komentar