Mendengarkan adalah power

Siapa yang mendengarkan, dia sebetulnya yang mengontrol percakapan. Yang mengontrol percakapan adalah yang mempengaruhi perilaku.

Asal usul teori di atas mungkin kurang jelas tapi aplikasi di lapangan sering terbukti validitasnya.

Mendengarkan di sini tidak sama dengan diam atau sekedar ho’oh ho’oh saja. Yang dimaksud justru mendengarkan aktif atau mengikuti dan mengembangkan percakapan lawan bicara. Berikut dua contoh dialog berbeda di satu kelas.

Contoh 1

Siswa : Bu Guru, bagaimana kalau kita buat seragam kaos untuk study tour nanti?

Guru : Wah, ga usah, Bud. Biaya study tour saja sudah buat banyak orang tua protes. Kemahalan katanya. Apalagi nambah kaos.

Siswa : (Diam)

Contoh 2

Siswa : Bu Guru, bagamana kalau kita buat seragam kaos untuk study tour nanti?

Guru : Supaya?

Siswa : Supaya bisa dikenali kalau berpisah dari rombongan. Kan ketahuan jadinya.

Guru : Oh supaya bisa dikenali ya. Gagasanmu penting itu. Kamu perhatian sekali dengan keselamatan kawan-kawanmu. Supaya jangan ada yang hilang ya. Selain kaos, ada cara lain supaya mudah dikenali?

Siswa : Hmm, topi mungkin? Apa pita, Bu Guru?

Guru : Coba ditimbang. Mana yang paling murah?

Siswa : Pita?

Guru : Harganya?

Siswa : Palingan seribu. Kalau kaos, minimal 50 ribu.

Guru : Baiknya pilih mana? Supaya tidak membebani orang tua lagi…?

Siswa : Pita saja, Bu Guru.

Guru : Siip!

Dua contoh percakapan di atas menggambarkan perilaku Bu Guru yang berbeda. Yang pertama terkesan otoritatif. Membuat siswa diam dan belum tentu terima atau suka.

Yang kedua mengandung teknik-teknik mendengarkan. Terlihat bagaimana perilaku mendengarkan guru justru membantu siswa menemukan pilihan lain yang lebih tepat untuk kondisi saat itu.

Mari kita pereteli. Yang pertama, guru mendengarkan untuk memahami secara mendalam. Guru bertanya, supaya? Hasilnya, guru dapat mengidentifikasi interest siswa.

Menggunakan konsepnya Schwarz (2002), ada yang namanya position dan interest. “Saya mau ini atau itu”; “Saya usul ini atau itu”; atau dalam contoh 2: usulan kaos seragam adalah posisi. Sementara, interest adalah alasan dibalik itu.

Untuk mempengaruhi posisi, pahami interest. Interest siswa adalah supaya bisa dikenali.

Setelah itu guru memberi apresiasi (kamu perhatian sekali dengan keselamatan kawan-kawanmu) agar siswa merasa dihargai sehingga memungkinkan untuk bersikap lebih terbuka.

Sehabis itu, bertanyalah guru untuk mencari alternatif (aspek deletion atau untuk memunculkan yang belum ada, Sayre 2001): “Selain kaos, ada cara lain supaya mudah dikenali?”

Lalu muncullah ide-ide lain. Selebihnya guru masuk ke teknik konvergensi, menyesuaikan dengan interest saat itu (pada contoh 2 adalah biaya). Terpilih: pita. Terakhir, tinggal kunci saja.

Tinggalkan komentar