“Aduh, pada ngantuk, tarunduh itu ibu-ibu. Dikeraskan atuh suaranya. Ulah laun kitu (= Jangan pelan begitu),” bisik seorang tenaga lapangan pada rekannya waktu sesi praktik bersama warga.
Sebetulnya akar persoalan membuat ngantuk tidak semata urusan keras suara. Ada persoalan isi pembicaraan, penataan kalimat, atau bahkan mungkin juga kesehatan orang (kalau anemia kan mudah ngantukan).
Tapi kalau fokus di suara, urusannya pun bukan masalah keras-pelan suara. Atau cepat-lambat, tinggi-rendah, tegas-mengayun suara yang buat orang ngantuk. Karena kalau kita bicara pelan terus, orang lama-lama bosan terus ngantuk. Demikian juga kalau bicara cepat terus menerus, orang juga lama-lama bosan, terus ngantuk.
Juga kalau keras melulu, pelan melulu, tinggi melulu, ngayun melulu, ada buntut di huruf terakhir melulu, tinggi trus rendah melulu. Pokoknya yang melulu itu akan membosankan lantas buat ngantuk.
Yang melulu namanya monoton. Satu pola.
Monoton itu menyediakan sinyal kepada orang lain yang lama-lama bisa diantisipasi otak. Jadi, otak tahu, pasti nanti begini lagi. Begini lagi.
Lama-lama pikiran tidak bergairah menangkap sinyal yang akan datang. Jadi calm, tenang atau stabil, lalu bosan, menarik diri, trus ngantuk. Atau malah tidur.
Jadi bukan perkara suaranya bagaimana tapi yang penting: jangan monoton. Polanya jangan satu. Keras melulu. Pelan melulu, dll.
Variasikan suara. Jangan berpola yang mudah ketebak. Misalnya, kita mulai pelan-plan, datar, trus pada saat-saat tertentu meninggi lalu ngayun, tiba-tiba stop, berhenti. Lalu mulai lagi dengan cepat. InsyaAllah, mata khalayak kita tetap terbuka lebar.
Kalau tidak percaya, bisa dicoba waktu nidurin anak. Nyanyikan Lagu Nina Bobo dengan nada seperti biasa secara monoton, pasti cepet lelap. Lalu, bandingkan kalau irama kita penuh kejutan, tidak tertebak, apalagi sampai hidup, penuh emosi, wah tidak akan tidur-tidur si anak.
———————————————————
Pelatihan untuk Ujicoba Tools Belajar Bersama Masyarakat Perubahan Perilaku Cegah Stunting
Y.Cipta, Kuningan, 6-7 Feb 2019