๐—ฃ๐—ผ๐˜€๐˜๐—ฒ๐—ฟ ๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜‚ ๐˜๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ฝ ๐—บ๐˜‚๐—ธ๐—ฎ ๐—น๐—ฎ๐—ป๐—ด๐˜€๐˜‚๐—ป๐—ด?

Coba posisikan diri sebagai warga yang tidak pakai masker. Lebih berasa mana, lihat pesan pakai masker di poster, spanduk ATAU ada seseorang yang menegur, โ€œMpok, maskernya dong.โ€

Lebih berasa mana?

Poster boleh dibuat sekreatif mungkin. Boleh warna warni apapun. Kasih foto. Lalu, bandingkan dengan kalau ada seseorang atau bolehlah, seorang anak SD yang tidak dikenal bilang, โ€œBang, maskernya manaaaaa?โ€

Lebih berasa mana?

Saya tidak mengatakan komunikasi tatap muka pasti efektif merubah perilaku. Tapi minimal dia bisa membuat orang berhenti sejenak dari memikirkan yang lain dan memberi perhatian pada yang nyapa.

Tidak perlu lama-lama, seperti pertemuan 7 hari 7 malam. Kelamaan. Cukup 5 detik. Atau kalau yang bersangkutan mau mendengar atau ngajak dikusi, bisalah diperpanjang.

Bayangkan, Anda tidak pakai masker lalu keluar gang dan ada yang negur.

โ€œBang, maskernya euy.โ€

Setelah mengangguk setuju, jalan 50 meter ada yang negur lagi. Sekarang seorang nenek,

โ€œHei, lupa pakai masker ya?โ€

Setelah respon, โ€œSiap, Nek. Saya beli dulu deh,โ€ Anda mungkin mulai berpikir-pikir, โ€œJangan-jangan aturannya memang harus pakai masker.โ€ โ€œHmm, semua orang kayanya mengharapkan saya pakai masker..โ€Lalu Anda merasa norma masyarakat ternyata memang pakai masker. Ternyata, nasihat-nasihat yang ditonton di TV, dibaca di gawai, bener juga.

Tinggalkan komentar