Fasilitator itu bu bidan

Seorang fasilitator kerap dipadankan dengan bu bidan. Supaya orang lebih mudah paham.

“Apa kerja bu bidan?”

“Membantu persalinan.”

“Bayinya, bayi siapa?”

“Bayi ibu hamil dong!”

“Bukan bayi bu bidan?”

“Ya, bukanlah!”

“Lantas, apa kerja bu bidan?”

“Membantu bayi lahir dengan lancar.”

Sama. Fasilitator juga begitu. Fasilitator membantu warga mengeluarkan ide/ pendapat/ cerita-nya dengan lancar dan nyaman. Ide/ pendapat/ cerita itu dari warga sendiri. Bukan dari kepala fasilitator.

Bagaimana caranya?

Nah, ini sudah bicara metodologi. Pendekatannya macam-macam. Demikian pula teknik-tekniknya. Tapi polanya sama, yaitu 1) divergensi di mana semua orang harus bicara, 2) mutual understanding, saling memahami dan 3) konvergensi atau mengerucutkan ide-ide (kerangka dasar ini akan saya bahasa dalam artikel berbeda).

Sementara, dari teknik-teknik beragam, ada yang pokok, yaitu: bertanya, mendengarkan, dan mengajak warga mendiskusikan bersama.

Beda ya pemahaman fasilitator di sini dengan fasilitator di dunia lainnya?

“Tenang, pak. Nanti kami yang fasilitasi!”

Hmmm. Ini mencurigakan. Yang ini si fasilitator bisa berarti memberi sesuatu agar seseorang bisa mengerjakan kerjaannya dengan mudah. Termasuk dengan gratifikasi, sogokan, atau suap. Jangan-jangan mempermudah yang dimaksud seperti keluarnya ijin dll.

Fasilitasi yang berasal dari kata facile memang artinya mempermudah. Tapi mempermudahnya bukan dengan memberi uang atau barang. Makanya saya mending menjelaskan fasilitator dengan bu bidan saja. Mosok bu bidan yang bayar?

Tinggalkan komentar