09 Juli 2018 - MTsN 25 Jakarta Timur
Pelatihan Guru Fasilitator Angkatan V, Lapangan Kecil & IGI
03 Juli 2018 - Hotel Bidakara, Jakarta
WNPG (Widyakarya Pangan Gizi Nasional) XI 2018, LIPI Kemenkes
28 Juni 2018 - Hotel Park Lane, Jakarta
Finalisasi Pedoman Penganan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana, Direktorat Gizi Kemenkes
06 Juni 2018 - Waingapu, Sumba Timur
Pelatihan Aksi Berantas Malaria, Perdhaki
05 April 2018 - Aston Hotel, Bogor
Membangun kedekatan dalam organisasi BRG,
21 Maret 2018 - Hotel Ibis, Menteng Jakarta
Sharing Non-maintsream Behavioral Change Communication, Vitamin Angels
29 Januari 2018 - Jakarta
Ujicoba Pedoman Gizi Seimbang Kelompok Anak Usia Sekolah & Remaja, GAIN
24 Januari 2018 - Melrimba, Puncak, Cianjur
Membangun Keakraban dalam Komunitas Kelurahan, Kelurahan Bojongsari Depok
Hampir semua permainan berbasis lagu saya peroleh dari kawan-kawan, baik sesama fasilitator ataupun kawan-kawan peserta pelatihan fasilitasi.
Yang terkumpul cukup banyak dan beragam, mulai Marina-menari-di atas-menara yang klasik, Potong bebek angsa (dengan perangkap), Topi saya bundar (dengan kata-kata hilang), Naik delman istimewa (dengan gerak tangan), Kupikir-pikir (meniru gerak), Di sini senang di sana senang (gerak tubuh), Aku anak sehat (dengan perangkap), Potong bebak angsa (dengan perangkap), Ular naga panjangnya (dengan perangkap), Satu tambah satu (dengan gerak tangan dan kaki), Kalau kau suka hati (dengan tepukan dan kata berganti-ganti), Aku tahu-mau-bisa dan melakukan (dengan gerak), Ini jari apa, Balonku ada lima (ganti vokal), Kereta fantasi (gerak tubuh), COCONUT (gerak badan), Buka-pintu-buka-pintu (balas berbalik secara berkelompok), dan lain-lain.
Permainan dengan lagu-lagu itu manjur untuk membangun suasana interaksi yang nyaman dan partisipatif. Khususnya, (setelah saya pelajari) bila sejumlah prinsip diperhatikan.
Pertama, universalitas ataupun kesederhanaan. Lagu apa saja bisa dimainkan, asalkan lagu itu bisa dinyanyikan bersama-sama dengan 1-2x mencoba. Maksimal 3x. Ini bisa terjadi karena lagunya (irama dan lirik) cukup dihafal peserta (semisal, lagu Aku anak sehat) atau karena liriknya sederhana sekali (semisal, hanya terdiri dari 4 kata: Marina-menari-di atas-menara).
Kedua, gerak atau sistem permainannya sederhana. Peserta harus dapat mengikuti gerak dan cara memainkannya dengan mencoba 1-2 saja atau maksimal 3 kali.
Ketiga, pemimpin permainan bergilir atau tidak ada sama sekali. Dengan demikian, suasana partisipatif akan terasa sekali. Semisal, “Kalau kau suka hati” dimainkan dengan berganti-ganti pemimpin yang membawa kata kunci yang berbeda-beda.
Keempat, ada unsur kejutan atau kelucuan. Ini yang menghasilkan dinamika yang menyenangkan. Unsur ini bisa diletakkan di lirik, nada, gerakan atau kompetisi. “Marina-menari-di atas-menara” mensinkonronkaan gerak dan kata-kata yang dinyanyikan pemimpin permainan. “Kereta fantasi” meminta peserta bergerak kiri-kanan-depan-belakang sesuai aba-aba. “Potong bebak angsa” dengan perangkap tali rapiah-nya.
Bila unsur-unsur di atas belum dipenuhi agak sulit mengharapkan permainan berbasis lagu dapat membantu fasilitator mengembangkan suasana interaksi yang menyenangkan dan partisipatif. Ini mengingatkan saya pada satu pengalaman di mana seorang peserta workshop mengajak peserta mengikuti permainan yang gerakannya cukup kompleks (menunjuk diri, kepala, mengepal, beputar ke belakang, tangan berkembang, dll.) dengan menggunakan lagu lawas di tahun 1970an secara lengkap (saya lupa, kalau tidak salah, lagu the Rollies). Yang memimpin permainan sih dengan lancar bernyanyi dan bergerak, sambil sesekali mengoreksi-koreksi gerak-gerak peserta, termasuk saya yang ikut-ikutan. Lagunya juga terdengar enak. Tapi, cuma dia saja yang bisa bernyanyi dan memainkan permainan itu.